Minggu, 13 Maret 2011

“Tangkaplah Kupu-kupu dalam Hatimu” “Tangkaplah Kupu-kupu dalam Hatimu”

“Tangkaplah Kupu-kupu dalam Hatimu”

“Tangkaplah Kupu-kupu dalam Hatimu”



“Tangkaplah Kupu-Kupu dalam Hatimu”
Suatu
ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung.
Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh
penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang
membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang
menyapanya. Ada orang lain disana.

“Sedang
apa kau disini anak muda?” tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek
tua. “Apa yang kau risaukan..?” Anak muda itu menoleh ke samping, “Aku
lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari
kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah
berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang
hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan
rasa itu?” Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh
perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai
bicara, “Di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari
pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku”. Mereka berpandangan.
“Ya…tangkaplah
seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu” sang Kakek mengulang
kalimatnya lagi. Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu
arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang
semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak
kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan,
memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak.
Dengan
mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap!
sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau
kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari
tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan
tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu
di sana.
Gerakannya semakin liar.
Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat
ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya
bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan,
“Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah.” Tampak sang Kakek yang
berjalan perlahan. Ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi
kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di
tubuh tua itu.

“Begitukah
caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak
tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?” Sang Kakek
menatap pemuda itu. “Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap
kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau
buru, semakin pula ia pergi dari dirimu.”
“Namun,
tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan
benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan.
Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam qalbumu.
Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu
sering datang sendiri.”
Kakek
Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu
yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu,
memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan,
kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir
dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang
mampu menyelaminya.
summary:
Mencari kebahagiaan adalah layaknya
menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun
mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat
mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau
menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya
dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat
meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita
santap setelah mendapatkannya.
Namun
kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan
cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang
dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan.
Bahagia adalah
udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa
bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin
pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita.
Semakin kita berusaha
meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah
temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan
abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah
yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup
kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh.
Temukanlah
bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.
Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar
kita. Bahkan mungkin, bahagia itu “hinggap” di hati kita, namun kita
tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di
sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar